Pekanbaru, jejakkriminal.net-
Anggota Komisi VII DPR RI Hendry Munief meminta pemerintah meninjau ulang rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen karena mendapatkan penolakan lantaran dinilai memberatkan usaha mikro kecil menengah.
Anggota DPR asal Riau ini meminta agar kenaikan itu dipikirkan lagi oleh pemerintah jika ingin ekonomi Indonesia selamat setidaknya di tahun 2025 nanti.
"Pasca COVID-19 ekonomi kita tidak bertumbuh. Itu dibuktikan dengan pendapatan pajak tahun 2024 yang tidak sesuai target. Jika tahun 2025 PPN dinaikkan, bukan ekonomi saja yang tidak bertumbuh, tapi Indonesia gagal jadi negara maju ke depannya," kata Hendry Munief dalam pernyataannya diterima di Pekanbaru, Ahad.
Dia menyebut peran UMKM sangat besar untuk pertumbuhan perekonomian Indonesia, dengan jumlahnya mencapai 99 persen dari keseluruhan unit usaha. Pada tahun 2023 pelaku usaha UMKM mencapai sekitar 66 juta dan kontribusinya 61 persen dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia, setara Rp9.580 triliun.
"Yang pertama merasakan dampak kenaikan pajak ini sektor UMKM. Baik sektor UMKM mandiri atau UMKM sebagai mitra dan instrumen pendukung industri skala besar. Logikanya ini akan mempengaruhi 61 persen pendapatan ekonomi nasional," kata Hendry Munief.
Ketua Forbis Riau ini menegaskan, efek lain dari kenaikan pajak yaitu menurunkan daya beli atau konsumsi masyarakat. Hampir 60 persen ekonomi Indonesia yang masih ditopang oleh sektor konsumsi, utamanya dari kelas menengah bawah yang sebagian karakternya "hobi belanja". Jadi dampak PPN ini bisa menurunkan konsumsi kelas menengah.
Dia menegaskan, kenaikan PPN Januari 2025 ini, bukan yang pertama dalam 5 tahun kenaikan PPN. Sebelumnya juga sudah terjadi kenaikan PPN 2022 dari awalnya sebesar 10 persen menjadi 11 persen dan tahun 2025 menjadi 12 persen.
"Kalau ditotal kenaikan PPN ini sebesar 20 persen dalam 5 tahun, jadi bukan 2 persen kenaikannya. Angkanya bener 2 persen tapi persentase kenaikannya adalah 20 persen," sebutnya.
Sebaiknya pemerintah menunda kenaikan PPN ini, di tengah melemahnya daya beli masyarakat Indonesia. Itu ditandai dengan deflasi 5 bulan berturut-turut, yang mengindikasikan hal tersebut. Masih ada instrumen lain untuk peningkatan pendapatan nasional yang lebih elegan dan tidak berisiko." tutupnya.
(Iskandar ginting)