Miris, Warga Harus Bayar Rp 10 Ribu Per Hari Demi Dapatkan Air Bersih


Miris, Warga Harus Bayar Rp 10 Ribu Per Hari Demi Dapatkan Air Bersih

Sabtu, 24 Agustus 2024, Agustus 24, 2024

Pati, jejakkriminal.net -

Hal-hal janggal dianggap biasa yang dialami oleh warga Desa Tambahagung Kecamatan Tambakromo, Kabupaten Pati, keluhkan adanya iuran untuk bantuan air dari Pemerintah.


Puluhan warga rela antre bahkan mengeluarkan uang Rp 10.000 untuk bisa mendapatkan bantuan air bersih yang dikirim dari BPBD Pati, Jumat (2/8/2024).


Begitu mobil tangki yang membawa bantuan air bersih tiba, mereka secara bergantian mengambil air bersih yang sudah ditaruh di dalam kolam terpal, dengan mendapatkan karcis antrian senilai Rp 10.000.


Kartini, salah satu warga mengatakan, desanya mengalami kekeringan sejak tiga bulan belakangan ini. Kata dia, sumur di permukiman warga sudah kering.


Selain itu, karena letak desanya yang jauh dari Kota Pati, sehingga wilayahya sampai saat ini belum terjangkau jaringan dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).  


"Sudah hampir tiga bulan kekeringan. Ini musim kemarau sumur tidak keluar airnya. PDAM tidak ada hanya mengandalkan air sumur,” ujar Kartini, Jumat (23/8/2024). 


Dia mengatakan, warga ditarik iuran Rp.10 ribu per hari untuk membeli air bersih oleh seseorang. Katanya, uang patungan itu digunakan untuk membeli air bersih sekian ribu per tangki tiap bantuan itu datang, jadi tidak ada yang gratis atau yang menanggung biaya transportasi dan beli air, itu bukan rahasia lagi . Hal ini kata salah satu penerima bantuan air, untuk mengantisipasi jika kiriman dari BPBD Pati "telat "membantu.


“Iuran per rumah Rp 10.000 untuk membeli air tangki yang ditampung di sini (kolam) tersebut  untuk mencukupi kebutuhan air warga,” ungkapnya.


Sementara itu Camat Tambakromo, Mirza Nur Hidayat mengatakan, ada lima desa di wilayah yang mengalami kekeringan sampai saat ini. Desa tersebut meliputi Tambahagung, Maitan, Tambaharjo, Sinomwidodo, dan Keben. 


“Laporan yang kami terima kekeringan mulai 24 Mei 2024 ini,” sebutnya.


Mirza menjelaskan, seperti kekeringan di Desa Tambahagung, sebab sumur milik warga kering. Pemerintah mencoba untuk membuatkan sumur bor, namun mata air yang didapatkan kondisinya asin. 


“Desa Tambagung ini kondisi sumur kering, apabila dilakukan pengeboran, surveinya 150 meter, tapi airnya asin. Sehingga, tidak jadi dilakukan pengeboran,” jelasnya. 


Selanjutnya Desa Maitan, kekeringan yang terjadi juga karena sumber mata air kering. Hal serupa juga terjadi di Desa Tambaharjo.


Berikutnya Desa Sinomwidodo yang berada di lereng Pegunungan Kendeng tersebut karena mata air sumur terlalu dalam. Sehingga warga tidak mampu menembus sumur dalam tersebut. 


“Desa Keben juga sama, kita lakukan pengeboran dengan UGM juga belum dapat sumber yang bagus. Sementara warga mengandalkan bantuan dari BPBD, dari PMI, dan donatur yang lain,” katanya.


(Sholihul)

TerPopuler