Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI mengusung Naskah Kuno dari Kabupaten Banyuwangi untuk menjadi Ingatan Kolektif Nasional (IKON) 2024. Salah satu tujuannya untuk memperteguh identitas keindonesiaan yang tidak bisa terlepas dari dokumentasi masa silam.
Hal ini terungkap pada acara Sosialisasi Pengarusutamaan Naskah Nusantara Ingatan Kolektif Nasional (IKON) yang berlangsung di Hotel Aston, Banyuwangi, pada Selasa (07/05/2024).
Acara tersebut dibuka langsung oleh Kepala Pusat Jasa Informasi Perpustakaan dan pengelolaan Naskah Nusantara, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI Agus Sutoyo.
“Pada kegiatan ini, para narasumber dan pakar akan berdiskusi dan menelaah lebih dalam mana naskah kuno Banyuwangi yang akan dimasukkan dalam IKON,” ujar Agus Sutoyo saat menyampaikan sambutan.
Banyuwangi sendiri merupakan satu-satunya kabupaten yang mendapat program IKON dari Perpusnas. Lima daerah lainnya bertaraf provinsi, diantaranya; Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan.
“Banyuwangi terpilih dalam IKON salah satunya karena memiliki tradisi naskah kuno yang berakar dari tradisi setempat, memiliki ekosistem yang baik ditandai dengan banyaknya komunitas, aktivitas dan perhatian masyarakat pada naskah kuno, dan mendapat dukungan dari pemerintah daerah,” kata Agus Sutoyo.
Selain itu, juga memiliki naskah unggulan yang dapat diarus utamakan pada tingkat nasional,” imbuhnya.
IKON merupakan salah satu program Perpusnas bekerja sama dengan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) untuk mencatat naskah kuno secara nasional yang memiliki nilai penting bagi peradaban bangsa Indonesia. Naskah kuno yang telah ditetapkan sebagai IKON akan diproyeksikan untuk diusulkan menjadi Memory of the World (MoW), UNESCO.
Sementara Bupati Banyuwangi Ipuk fiestiandani, melalui sambungan video conference, menyampaikan terima kasih karena Perpusnas telah memasukkan naskah kuno Banyuwangi sebagai salah satu budaya bernilai penting bagi kebudayaan nasional, sejarah, dan ilmu pengetahuan melalui IKON.
Kami berterima kasih atas program dari Perpusnas ini. Hal ini menjadi ikhtiar penting bagi Banyuwangi untuk memperkuat identitas dan budaya berbasis kekayaan masa silam,” ungkap Bupati Ipuk.
Selama ini, lanjut Ipuk, Banyuwangi memberikan perhatian terhadap upaya pelestarian naskah kuno dan praktik-praktik kebudayaan yang mengitarinya.
Melalui Perpustakaan Daerah, kami telah melakukan pendataan, katalogisasi dan penerjemahan naskah-naskah kuno yang ditemukan di Banyuwangi,” jelasnya.
Setidaknya sudah ada enam buku berbasis naskah kuno Banyuwangi yang diterbitkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Banyuwangi. Di antaranya Lontar Sri Tanjung, Lontar Hadis Dagang, Katalog Naskah Kuno Banyuwangi (edisi I), Lontar Juwarsah, Katalog Naskah Kuno Banyuwangi (edisi II), dan Candra Jagat. Untuk tahun 2024 ini akan menerbitkan edisi transliterasi dan terjemahan Lontar Yusup Murub Muncar.
Buku-buku tersebut bisa dibaca langsung di perpustakaan daerah atau bisa diakses di website Perpusda,” terang Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Banyuwangi, Zen Kostolani.
Selain upaya pelestarian pada naskahnya, di Banyuwangi juga dilakukan penyelematan terhadap tradisi yang mengikutinya. Seperti halnya masih kuatnya tradisi dan ritual pelantunan tembang berbasis naskah kuno yang dikenal dengan mocoan (Osing) dan mamaca (Madura).
Hal tersebut sebagaimana diakui oleh Wiwin Indiarti, peneliti naskah kuno Banyuwangi dari Universitas PGRI Banyuwangi. Tradisi living manuscript di Banyuwangi masih terus dilestarikan, diantaranya dalam cara membaca dan menembangkannya.
Bahkan, saat ini mulai bermunculan generasi muda yang belajar mocoan yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam living manuscript. Seperti halnya komunitas Mocoan Lontar Yusup Milenial,” ungkap Wiwin Indiarti.
Selain itu, keberadaan naskah-naskah kuno di Banyuwangi juga tidak bisa lepas dari tradisi pesantren yang menjadi bagian penting dalam mengintegrasikan Islam dan kebudayaan di daerah ini. Menurut Ayung Notonegoro dari Komunitas Pegon, pesantren-pesantren di Banyuwangi juga banyak menyimpan naskah kuno.
Tidak semata naskah keagamaan, tapi juga naskah-naskah lainnya, seperti sastra dan sejarah. Di Komunitas Pegon sendiri tak kurang ada 50 naskah kuno yang berasal dari sejumlah pesantren di Banyuwangi,” terang Ayung.
(Singgih S )