Foto : Yodi Kristianto, Pimpinan Kantor Advokat & Konsultan Hukum YK & Partners yang juga anggota Young Lawyers Committee (Komite Advokat Muda) DPC PERADI Kota Makassar |
Makassar - Jejakkriminal.Online Seorang Pengacara Senior di Makassar, Jamaluddin, dikabarkan ditahan selama beberapa bulan atas laporan kliennya sendiri dengan dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan.
Menurut informasi yang beredar di beberapa media hal ini bermula karena pihak pelapor kecewa terhadap sang pengacara karena tidak memenangkan perkara yang ditanganinya sehingga meminta kembali dana yang sejatinya telah menjadi honorarium sang Pengacara Ucap" CH saat" dikonfirmasi melalui Via Telpon bebarapa hari yang lalu bersama Awak media Minggu 12 Mey 2024
Yodi Kristianto, Pimpinan Kantor Advokat & Konsultan Hukum YK & Partners yang juga anggota Young Lawyers Committee (Komite Advokat Muda) DPC PERADI Kota Makassar saat ditemui di Virendy Cafe di Jalan Telkomas Raya menyayangkan penahanan terhadap Pengacara senior tersebut.
Seorang Pengacara memiliki Hak Imunitas atau kekebalan hukum dalam menjalankan profesi baik itu di dalam maupun diluar pengadilan," tegas Yodi Kristianto.
Hal itu dijamin dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 dan dikuatkan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 26/PUU-XI/2013.
"Selama seorang Advokat menjalankan profesi untuk kepentingan klien yang didasarkan pada itikad baik, maka pihak manapun tidak berwenang untuk melakukan intervensi, termasuk dalam hubungan antara seorang Advokat dan kliennya." Jelas Yodi Kristianto.
Perihal menerima honorarium adalah hak setiap Advokat, sebagaimana ketentuan dalam Pasal 21 Ayat (1) Undang-Undang Advokat yang menerangkan bahwa Advokat berhak menerima honorarium atas jasa hukum yang telah diberikan kepada kliennya. Adapun yang dimaksud dengan jasa hukum adalah jasa yang diberikan advokat berupa memberikan konsultasi hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien.
"Anda dapat mengacu ke Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Advokat yang menerangkan bahwa besarnya honorarium atas jasa hukum ditetapkan secara wajar berdasarkan persetujuan kedua belah pihak. Lebih lanjut, yang dimaksud dengan “secara wajar” adalah dengan memperhatikan risiko, waktu, kemampuan, dan kepentingan klien.
Dalam kasus Pengacara Senior, Jamaluddin, Yodi Kristianto menilai bahwa nilai honorarium yang mencapai nilai ratusan juta Rupiah itu adalah sebuah kewajaran mengingat bahwa Sang Pengacara memberikan pendampingan hukum hingga melakukan upaya hukum luar biasa yaitu Peninjauan Kembali."
Yodi Kristianto juga menilai bahwa karena yang menjadi dasar hukum honorarium seorang Advokat kesepakan kedua belah pihak, maka jelas dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan itu gugur adanya, sebab perjanjian adalah perbuatan hukum secara perdata.
"Silahkan Penyidik menyimak Pasal 1338 KUH Perdata, lanjut Yodi Kristianto,
"Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik."
Yodi Kristianto menyatakan bahwa seharusnya Penyidik tidak serta melakukan penahanan terhadap sang Pengacara tersebut.
Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN PERADI) dan Mabes Polri telah membuat kesepahaman untuk saling menghormati masing-masing pihak sebagai aparat penegak hukum Keduanya diatur dan tunduk pada Undang-Undang Advokat dan Undang-Undang Kepolisian Republik Indonesia Salah satu wujud saling menghormati itu adalah penyampaian surat panggilan melalui DPN PERADI jika ada advokat yang dipanggil polisi baik sebagai saksi maupun tersangka.
"Apakah informasi yang disampaikan itu termasuk dan berkaitan dengan menjalankan profesi ataukah merupakan tindakan melawan hukum pidana yang tidak ada kaitan dengan pekerjaan profesi advokat,” jelas Yodi Kristianto.
Lebih lanjut, Yodi Kristianto menjelaskan, jika ternyata pemanggilan berkaitan dengan profesi advokat atau sumpah jabatan advokat maka DPN PERADI tidak akan mengizinkan advokat tersebut untuk diperiksa baik sebagai saksi maupun tersangka. Advokat bersangkutan, kata dia, dapat mengundurkan diri sebagai saksi karena advokat wajib menjaga rahasia kliennya.
Orang diwajibkan menjaga rahasia kliennya dapat mengundurkan diri jadi saksi sesuai dengan ketentuan KUHAP.
Sebaliknya, jika ternyata peristiwa pidana yang dijadikan dasar panggilan berkaitan dengan tindak pidana umum dan tidak berkaitan dengan Undang-Undang Advokat (Pasal 19) dan Kode Etik Advokat Indonesia (Pasal 4 huruf h) maka DPN PERADI akan mengizinkan Kepolisian meminta keterangan, memeriksa advokat baik sebagai saksi atau tersangka.
"Polisi tidak bisa panggil Advokat sembarangan, kata Yodi Kristianto.
Harusnya ada mekanisme yang ditempuh sebelum melakukan penahanan atau penetapan tersangka.
Setiap Advokat bernaung dibawah organisasi advokat yang memiliki Dewan Kehormatan Profesi. Mestinya Dewan Kehormatan Organisasi Advokat terlebih dahulu yang menilai apakah seorang Pengacara terbukti melakukan pelanggaran etik atau tidak beritikad baik dalam menjalankan profesinya, bukan pihak kepolisian, terang Yodi Kristianto.
"Apabila terbukti melanggar etik atau melakukan pelanggaran hukum, Dewan Kehormatan Organisasi Advokat bisa memberikan persetujuan agar yang bersangkutan dapat diperiksa oleh pihak kepolisian hal ini adalah bentuk mekanisme hak imunitas Advokat yang sedang menjalankan tugasnya agar terbebas dari ketakutan dan kekhawatiran dari penilaian subjektif dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan baik secara pidana maupun perdata yang dilakukan Advokat saat sedang menjalankan tugas profesinya dalam membela kepentingan kliennya."
Hal ini juga adalah bentuk jaminan dan perlindungan serta upaya untuk menjaga kehormatan dan martabat seorang Advokat, tutup Yodi Kristianto (**)
(Ab Mksr )