Pakpak Bharat, Jejak Kriminal - Konsorsium PERMAMPU merayakan hari perempuan sedunia (IWD) 8 Maret sekaligus rangkaian diskusi kritis menuju Musyawarah Nasional Perempuan II 2024.
Kegiatan ini diselenggarakan 2 hari, pada tanggal 8 Maret 2024 dari jam 09.30-12.30 di tingkat PERMAMPU/Sumatera secara hybrid (online dan offline), dan dilanjutkan diskusi kritis secara offline 8 Maret 2024 pukul 13.30-17.00 sampai 9 Maret 2024 pukul 09.00-17.00 untuk tingkat desa dan kabupaten di 8 Provinsi dampingan PERMAMPU.
Diskusi ini diikuti perwakilan dari 126 desa & kelurahan di 43 Kabupaten yang tersebar di 8 provinsi dampingan PERMAMPU, yaitu: Flower Aceh-Aceh, PESADA-Sumatera Utara, PPSW Riau-Riau, LP2M Sumatera Barat, APM-Jambi, CP WCC Bengkulu, WCC Palembang-Sumatera Selatan dan Perkumpulan DAMAR-Lampung.
Dina Lumbantobing Koordinator PERMAMPU menyebutkan, penelitian bukan hanya sekedar mengumpulkan dan menganalisis angka, tapi melibatkan perempuan secara bermakna melalui cerita hidup 32 perempuan serupa studi kasus yang selama ini luput dari pertimbangan pengambilan keputusan, sehingga para perempuan korban perkawinan ≤ 19 tahun terpuruk dan mengalami pemiskinan.
“Selama ini kita menyebut perkawinan usia anak, akil balig, padahal menurut UU. No 16 tahun 2019 perubahan atas UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, kita tidak boleh menikahkan perempuan dan laki-laki di usia 15, 16, 18 bahkan usia 19. PERMAMPU sendiri pada dasarnya meyakini bahwa usia menikah seyogyanya di atas 21 tahun. Kami setuju dengan BKKBN mengenai usia hal ini” tambah Dina.
Beberapa temuan penelitian yang didokumentasikan dari cerita-cerita perempuan oleh PERMAMPU di 26 Desa, 26 Kabupaten, di 8 Provinsi sbb.:
1. Angka pemohon dispensasi kawin tinggi.
2. Pasangan yang tidak mengajukan permohonan dispensasi kawin juga tinggi dan tidak terdaftar karena mereka kawin siri, kawin adat dan kawin secara kekeluargaan; bahkan hidup bersama atas persetujuan keluarga.
3. Usia menikah dari 11-18 tahun
4. Kehamilan tidak diinginkan (KTD) adalah penyebab tertinggi permohonan dispensasi kawin.
5. Perempuan yang mengalami perkawinan ≤19 tahun rentan mengalami KDRT, perceraian, miskin dan menjadi beban orang tua.
6. Akses ke kontrasepsi rendah.
7. Anak kurang gizi dan stunting.
Untuk itu PERMAMPU telah merancang desain program hingga 2025 dengan 3 tema besar yaitu: Pertama, akses ke layanan Kesehatan Seksual dan Reproduksi/KSR melalui pengembangan OSS&L (Pusat Pelayanan dan Pembelajaran KSR) yang berbasis di Puskesmas yang Peka GEDSI (Kesetaraan Gender, Disabilitas & Inklusi Sosial). Kedua, kemandirian ekonomi perempuan (muda dan dewasa) & kepemimpinan perempuan. Ketiga, perubahan kebijakan di pemerintah dan norma (keluarga)
Isu perkawinan ≤ 19 tahun di atas merupakan salah satu isu yang akan dibawa ke MUNAS Perempuan. Isu lainnya akan didiskusikan di tingkat desa dan kabupaten, yang dilakukan secara paralel, partisipatoris, kritis dan berkelanjutan untuk menggali fakta-fakta di lapang, isu-isu lain yang dihadapi, menganalisisnya secara bertingkat mulai dari desa dampingan, kabupaten hingga tingkat PERMAMPU.
Dalam diskusi dan musyawarah tersebut, PERMAMPU akan mengidentifikasi 5 agenda yang berkaitan erat dengan visi, misi dan kerja-kerja PERMAMPU dari 9 rumusan agenda yang telah diakomodir dalam RPJPN.
Kelima agenda adalah poin (3): Pencegahan Kawin Anak (yang dipertajam oleh PERMAMPU menjadi usia ≤19 tahun sesuai UU no.16 tahun 2019), (4): Ekonomi Perempuan, (5): Kepemimpinan Perempuan (dalam hubungannya dengan PEMILU dan Demokrasi yang memburuk akhir-akhir ini) , (6): Kesehatan Perempuan terutama HKSR, dan (8): Kekerasan terhadap Perempuan & Anak (khususnya Anak Perempuan).
Hasil diskusi kritis, analisis dan rekomendasi dari kelima agenda ini akan dibawa oleh perwakilan Forum Komunitas Perempuan Akar Rumput (FKPAR) dan PERMAMPU ke MUNAS Perempuan Nasional online dan offline yang rencananya akan diselenggarakan di 21 April 2024 di Badung, Bali.
Perempuan, disabilitas dan kelompok marginal harus terus membangun kekuatan untuk menyuarakan agenda-agendanya dalam momentum penyusunan dokumen perencanaan pembangunan (RPJMN 2025-2029), untuk mengawal perspektif GEDSI melalui forum Musyawarah Nasional.
Forum yang diinisiasi untuk aksi kolektif mengawal advokasi dokumen perencanaan Pembangunan Nasional dan Daerah yang akan diselenggarakan pada bulan April 2024 tersebut. Kegiatan ini didukung program INKLUSI yang merupakan kemitraan Australia-Indonesia menuju masyarakat Inklusif bersama 11 mitranya, salah satunya adalah Konsorsium PERMAMPU di Pulau Sumatera.
Mengakhiri Siaran Pers ini, PERMAMPU meyakini pentingnya mengamplifikasi suara perempuan akar rumput, melakukan upaya-upaya yang pertisipatif dan bermakna, agar suara didengarkan dan mempengaruhi keputusan mulai dari perdesaan hingga Nasional. (Edi)