Krisis regenerasi petani........
GARUT, jejak kriminal. com - Ketua Kelompok Tani Nelayan Andalan (KTNA) Kabupaten Garut, Jawa Barat, Endang Solihin mengatakan, menjadi petani saat ini bukan pilihan terbaik bagi banyak orang. Jika ada pekerjaan yang lebih baik, banyak petani pasti lebih memilih bekerja di sektor lain.
Memang tidak menguntungkan. Padahal kalau dibilang modal, tidak kalah sama pedagang. Petani perlu lahan (sawah) yang sekarang harganya sudah tinggi. Belum lagi biaya operasi buat pupuk dan ongkos kerja,” kata Endang saat ditemui di Kelurahan Pataruman, Kecamatan Tarogong Kidul, Garut, Selasa (5/3/2024). Jokowi Senang Politik Indonesia Stabil, Legakan Industri Keuangan
Tak ada regenerasi Endang menyebut, saat ini hampir 60 persen masyarakat Garut berprofesi sebagai petani padi. Namun, hal itu karena memang tidak ada pilihan.
Selain itu, banyak generasi muda tidak melirik profesi ini karena tak menguntungkan. Contohnya saja, meski harga beras saat ini naik, tapi para petani di Garut belum bisa mendapat untung karena mereka baru memasuki musim tanam. Diperkirakan pertanian di Garut mulai memasuki masa panen pada akhir Maret atau awal April. Namun, harga beras bisa jadi sudah turun.
Dimana pemerintah? Endang menyoroti kurangnya keberpihakan pemerintah kepada petani. "Petani (padi) sekarang mah menunggu 'mati' saja karena sudah tidak punya harapan lagi. Tidak ada program yang jelas-jelas menguntungkan petani. Coba kalau dana bansos kemarin dipakai buat subsidi pupuk, petani makin bergeliat,” katanya. Endang merasa bingung melihat bagaimana pemerintah mengelola ketahanan pangan.
Apalagi bicara swasembada beras yang menurutnya hanya pernah terjadi di masa pemerintahan Presiden Soeharto. “Dulu, zaman Soeharto bisa swasembada beras karena penduduknya hanya 135 juta dan lahan pertanian luas. Sekarang, jumlah penduduk dua kali lipat, luas sawah semakin berkurang,” katanya. Pembukaan lahan pertanian baru, menurut Endang, bukan hal yang mudah. Termasuk regenerasi petani, karena pertanian tidak memberikan jaminan kesejahteraan. Hal ini yang membuat Endang cemas dan melihat petani saat ini sama halnya dengan menunggu kematian. “Kalau memang benar pemerintah mau bantu petani dan swasembada beras, buat program yang menguntungkan petani. Harga pupuk murah, barangnya gampang didapat, biar petani bergeliat dan semangat menanam padi,” katanya. Endang menilai, menggeliatnya sektor pertanian bakal memicu pertumbuhan ekonomi. Sama halnya dengan investasi industri skala besar, seperti pembangunan pabrik-pabrik yang saat ini dilakukan di Garut. Endang yakin sektor pertanian bisa jadi industri yang bisa menyerap banyak tenaga kerja, selama kebijakan pemerintah berpihak pada petani.
Namun, sayangnya Endang melihat hingga saat ini belum ada program yang bisa menguntungkan petani dalam berproduksi. “Kalau pemerintah mau, kontrak saja dengan petani untuk penyediaan stok beras. Pemerintah perlu berapa ratus ton, petani yang menyiapkan dan dibuat kontrak kerjanya dengan harga yang sudah disepakati bersama,” katanya. Endang melihat, pemerintah saat ini diuntungkan karena banyak petani yang masih mau menanam padi karena bagian dari hidup mereka. Meski, sebenarnya pertanian sama sekali tidak menguntungkan. “Jadi kalau bahasa saya itu, mereka (petani) sudah kawin dengan profesinya. Jadi, apa pun yang terjadi, mereka hadapi. Sama seperti suami istri, biar sudah tidak cantik lagi, ya terima saja. Bukan lagi bicara cinta, tapi rasa sayang yang ada,” katanya. Namun, kondisi ini menurutnya hanya terjadi pada petani-petani generasi tua. Untuk generasi muda, tentu berhitung lebih ketat untuk memilih melanjutkan profesi orangtuanya. Makanya, sekarang banyak sawah yang dikerjasamakan dengan petani penggarap dengan pola kerja sama atau bagi hasil.
Pemilik sawahnya sendiri lebih memilih bekerja di sektor-sektor formal dan informal atau menjadi pedagang dibanding jadi petani. Sementara, hasil tani yang didapat dari sawah mereka, disimpan untuk kebutuhan rumah tangga. Hal ini terjadi pada Udin (75) yang sebenarnya memiliki sawah untuk digarap. Namun, dia membayar orang untuk menggarap lahannya atau menyuruh istri untuk mengurusnya. Sementara, Udin lebih sering menggebuk batang padi dan mengumpulkan butir-butir padi sisa panen. Butir-butir padi sisa tersebut biasa dikumpulkan Udin untuk dibawa pulang dan dijemur hingga bisa menjadi beras. Selain itu, batang padi sisa juga bisa dijadikan sebagai pakan kerbau.