Medan-Sumut
Jaksa Penuntut Umum Andri Rico Manurung terkesan memberi perlakuan Spesial terhadap SH pelaku KDRT dalam Perkara Pidana Nomor 71/Pid.Sus/2023/PN Sbh di Pengadilan Negeri Sibuhuan.
Pasalnya, Terdakwa ini sejak dari Kepolisian hingga Proses Tahap II dan saat ini persidangan bergulir di Pengadilan Negeri Sibuhuan terdakwa tidak pernah ditahan dan melenggang bebas seperti kebal dengan UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Menurut Paul J J Tambunan, SE., SH., MH Kuasa Hukum Jenti Mutiara Napitupulu selaku korban Kekerasan (KDRT) dugaan perlakuan yang luar biasa yang diberikan Kajari Palas Teuku Herizal SH MH Kasipidum Kejari Palas Christian Sinulingga dan Jaksa Penuntut Umum Andri Rico Manurung dan Ketua Majelis Hakim Dharma Putra Simbolon ini jauh dari empati terhadap korban, mulai dari tidak ditahannya Pelaku, sampai dibacakannya Tuntutan yang hanya 1 (satu) tahun kepada Terdakwa.
Padahal dalam Isi Pasal 44 Ayat 1 UU PKDRT Setiap orang yang melakukan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 tahun atau membayar denda sebesar Rp 15 juta.
Namun Jaksa Penuntut Umum Andri Rico Manurung, SH hanya menuntut Pelaku KDRT dalam Perkara Pidana Nomor 71/Pid.Sus/2023/PN Sbh di Pengadilan Negeri Sibuhuan hanya dengan Tuntutan (satu) Tahun Penjara yang dibacakan Pada hari Rabu (28/02/2024), dan Pelaku tidak pernah ditahan Oleh kepolisian, Kejaksaan dan hakim di padang Lawas .
Adapun fakta fakta yang terungkap dalam persidangan diantaranya keterangan saksi, keterangan terdakwa, bukti surat visum dan petunjuk. “Bahwa berdasarkan fakta persidangan yang terdiri dari berbagai alat bukti, keterangan saksi dan bukti surat serta keterangan terdakwa, maka terbentuklah fakta hukum benar telah terjadi tindak pidana kekerasan fisik KDRT yang di lakukan terdakwa kepada istrinya pada Jumat (01/12/2022) dengan hasil Visum Dijumpai lebam berwarna kemerahan didaerah pipi sebelah kiri dan kanan Ukuran kanan P : 5cm, L: 1cm, Ukuran kiri P: 5CM, L: 1CM, Dijumpai Bengkak Pada mata kiri Ukuran P: 0,5 CM, L: 0,5 CM, dijumpai Jelas berwarna merah pada leher Ukuran P: 5CM, L: 0,5 CM, serta hasil pemeriksaan Psikologi korban ada trauma akibat mengalami Kekerasan yang terjadi terus menerus” ujar Paul
Menurut Paul, meski kontruksi unsur terbukti. Namun JPU Andri Riko Manurung, SH tidak melihat fakta dan hal-hal yang memberatkan sebagai dasar permohonan tuntutannya, JPU dalam tuntutannya terkesan hanya memberikan Tuntutan 1 (satu) tahun tanpa mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan Terdakwa, apa lagi hingga saat ini Terdakwa dan Korban belum ada perdamaian.
“JPU Andri Riko Manurung, SH juga tidak mempertimbangkan urgensi penegakan hukum dalam kasus KDRT, subtansi dari diundangkannya UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pada 22 September 2004 sebagai pembaharuan hukum nasional,diundangkannya UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, pada 22 September 2004 sebagai pembaharuan hukum nasional, dan untuk apa adanya Lembaga Negera Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan yang merupakan sebuah lembaga negara yang independen untuk penegakan hak asasi manusia perempuan Indonesia, yang dibentuk melalui Keputusan Presiden No. 181 Tahun 1998, pada tanggal 9 Oktober 1998, yang diperkuat dengan Peraturan Presiden No. 65 Tahun 2005.” ujar Paul Tambunan.
Atas nama kuasa hukum korban KDRT, pihaknya meminta Majelis Hakim Objektif untuk mengadili sesuai dengan hati nuraninya/ keyakinannya tanpa dipengaruhi oleh apapun, Hakim bebas memeriksa, membuktikan dan memutuskan perkara berdasarkan hati nuraninya. untuk melakukan pemeriksaan kembali perkara atas nama terdakwa SH untuk menjatuhkan vonis yang maksimal sesuai dengan fakta fakta persidangan.
Penulis: A.B