JAKARTA, JEJAK KRIMINAL
Badan Advokasi Hukum (BAHU) DPW Partai NasDem Sumatera Utara (Sumut) melayangkan somasi ke Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA.
Mereka tak terima dengan hasil survei LSI Denny JA yang menyatakan elektabilitas bakal calon presiden (capres) Anies Baswedan terkait Pilpres 2024 di Sumut hanya 5 persen.
Sementara itu, Ketua DPW NasDem Sumut, Iskandar ST mengatakan elektabilitas dua rival Anies yakni Ganjar Pranowo memperoleh 65 persen dan Prabowo Subianto 30 persen.
"Kami menyatakan keberatan dengan hasil survei tersebut. Dan kami juga ingin menguji hasil survei itu karena adanya kejanggalan," ujar Iskandar didampingi ratusan advokat di Auditorium DPW NasDem Sumut, Senin (9/10).
Iskandar menjelaskan, kejanggalan yang dimaksud di antaranya pada Mei 2023 LSI pernah merilis hasil survei bahwa elektabilitas Anies Baswedan 32,6 persen. Artinya, hanya dalam waktu empat bulan, elektabilitas Anies Baswedan turun 28 persen. Rata-ratanya hampir 7 persen tiap bulannya.
"Hal ini belum pernah terjadi dalam sejarah survei. Kemudian, kami melihat hasil survei tersebut semuanya dalam bulatan tanpa ada desimal. Ketiga, hasil survei itu bertolak belakang dengan realita dan fakta di lapangan yang kami dapatkan," ucap Iskandar.
Kemudian dari 33 kabupaten atau kota yang ada di Sumut, 20 kabupaten atau kota merupakan basis pendukung Anies Baswedan terutama di wilayah pesisir timur dan Tapanuli Selatan.
"Kami memprediksikan Anies Baswedan akan menang secara mutlak di 20 kabupaten atau kota tersebut. Jadi kami meminta dengan tegas kepada LSI Denny JA untuk menyampaikan bagaimana penerapan dan metodologi yang dilakukan dalam survei tersebut," sebutnya.
Tak hanya itu, Iskandar juga mempertanyakan sebaran responden atau sempel yang diambil serta jumlah responden dan sempel yang dilakukan di Sumut. Iskandar juga mempertanyakan sumber dana survei itu apakah berasal dari dana sendiri, atau berasal dari partisan atau sponsor.
"Atau juga berasal dari uang negara baik melalui APBN maupun APBD, atau juga melalui NGO dari negara asing. Sumber dana ini kami nilai sangat penting, karena siapa yang membayar survei biasanya diduga bisa mengatur hasil survei tersebut," terangnya.
Iskandar juga menuding bahwa sebagian lembaga survei telah dibeli atau dibayar oleh pihak-pihak tertentu untuk menggiring opini publik dalam rencana besar untuk melakukan kecurangan pemilu melalui legitimasi lembaga survei.
Iskandar meminta agar lembaga survei yang melaksanakan kegiatannya bisa profesional sehingga menjadi acuan bagi masyarakat dalam menentukan pilihannya pada pesta demokrasi 2024 mendatang.
"Kami mendesak asosiasi lembaga survei termasuk pemerintah dalam hal ini adalah OJK untuk melakukan investigasi aliran dana kepada lembaga-lembaga survei yang kami duga rutin melakukan survei dan menggiring opini publik kepada pihak-pihak tertentu," tegasnya.
Sementara itu dilansir dari Detikcom, peneliti LSI Denny JA, Adjie Alfaraby menilai somasi itu berlebihan.
"Itu sikap yang lebay dan tidak proporsional. Itu hasil riset yang harusnya direspons dengan hasil riset yang lain," kata Adjie.
Adjie menyebut survei yang dilakukan di Sumatera Utara merupakan hasil breakdown dari survei nasional yang melibatkan 1.200 responden. Dari hasil survei itu, kata Adjie, dukungan ke Anies di wilayah Sumut masih lemah.
"Jadi jangan hanya terpaku pada angka Anies yang hanya 5% itu di survei kami September atau survei Juli 2023. Anies hanya 7,5 % di Sumut. Artinya dari dua survei itu, Anies masih lemah di Sumut," ujarnya.
Adjie berharap survei itu bisa menjadi bahan evaluasi untuk menaikkan elektabilitas bacapres Koalisi Perubahan itu.
Sumber : cnnindonesia.com