Medan, jejakkriminal.online -
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejagung menghentikan empat penuntutan perkara dari Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara di Cabang Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara dan Labuhan Deli, serta Kejari Tanjung Balai dan Labuhan Batu melalui keadilan restoratif.
"Sebelumnya, penghentian perkara ini sudah disetujui koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum atau Plt. Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Sugeng Hariadi mewakili Jampidum Fadil Jumhana yang dihadiri Kajati Sumut Idianto dan pejabat lainnya melalui virtual, Senin (4/9)," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumut Yos A. Tarigan di Medan, Selasa.Ia mengatakan perkara yang diajukan dari Cabang Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara di Siborongborong dengan tersangka Ronny Hutasoit yang dijerat Pasal 406 ayat (1) dari KUHP.
Kemudian di Kejari Tanjung Balai dengan tersangka Halim Perdana Atmaja alias Halim dijerat Pasal 44 (1) UU RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Lingkup Rumah Tangga.
Kemudian pada Kejari Labuhan Batu dengan tersangka Ariel Putra Simamora dijerat Pasal 351 ayat (1) KHUP tentang penganiayaan dan di Cabjari Labuhan Deli dengan tersangka Masri Hamdani alias Bondan dijerat Pasal 111 UU No 39 Tahun 2014 tentang perkebunan atau Pasal 107 Huruf d UU Nomor 39 Tahun 2014.
"Penghentian penuntutan dilakukan ketika antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai, dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi," tutur Yos.
Ditambahkan Yos, proses perdamaian itu disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan difasilitasi masing-masing kajari serta didampingi jaksa yang menangani perkaranya.
"Dengan adanya perdamaian tersebut, antara tersangka dan korban tidak ada lagi sekat yang menyisakan rasa dendam," kata Yos.
"Penghentian penuntutan dilakukan ketika antara tersangka dan korban ada kesepakatan berdamai, dan tersangka menyesali perbuatannya serta berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya lagi," tutur Yos.
Ditambahkan Yos, proses perdamaian itu disaksikan keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan difasilitasi masing-masing kajari serta didampingi jaksa yang menangani perkaranya.
"Dengan adanya perdamaian tersebut, antara tersangka dan korban tidak ada lagi sekat yang menyisakan rasa dendam," kata Yos.
Sumber : Antara