MEDAN, jejakkriminal.online -
Kapolda Sumut, Irjen Agung Setya Imam Effendi, mengatakan bahwa penyelesaian perkara dengan menggunakan pendekatan restorative justice (RJ) harus benar-benar sesuai sasaran. Hal ini, katanya, sejalan dengan instruksi dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
"Tujuan utama kita adalah memberikan rasa keadilan yang dapat dirasakan oleh masyarakat melalui restorative justice. Oleh karena itu, penting untuk dipahami bahwa RJ tidak dapat diterapkan pada semua jenis perkara," ujar Agung Kapolda dalam sebuah pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh Divisi Humas Polri pada hari Senin, 4 Agustus 2023.
Agung menjelaskan bahwa RJ diharapkan dapat memberikan keadilan kepada masyarakat. Sesuai dengan ketentuan Mahkamah Agung (MA), RJ dapat digunakan untuk perkara dengan kerugian di bawah Rp2.500.000.
Untuk memastikan RJ benar-benar sesuai sasaran, Agung memerintahkan agar proses ini dilakukan secara langsung oleh Kapolres dan Kapolsek. Hal ini karena mereka memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang persoalan yang terjadi karena mereka berinteraksi langsung dengan masyarakat.
Agung juga menekankan bahwa jajaran Kapolres dan Kapolsek harus mempertimbangkan aspek sosial selain aspek hukum dalam penyelesaian perkara. Dengan demikian, penyelesaian melalui RJ diharapkan dapat lebih diterima oleh masyarakat.
Agung juga menambahkan bahwa di Sumut, sebagian besar kasus yang diselesaikan melalui RJ adalah kasus perselisihan dan pencurian.
"Banyak hal yang bersifat perselisihan, termasuk pencurian ringan. Hal tersebut juga telah diatur dalam putusan Mahkamah Agung yang memberikan keputusan jika kerugian kurang dari Rp2.500.000 dapat diselesaikan melalui restorative justice," kata Agung.
Baru-baru ini, restorative justice ini diterapkan oleh Polres Simalungun. Kapolres Simalungun AKBP Ronald FC Sipayung, mengadakan restorative justice secara massal. Dalam acara tersebut, ada 64 kasus yang diselesaikan melalui restorative justice, di mana korban dan terlapor telah saling memaafkan. Hukuman yang diberikan kepada tersangka berupa kegiatan bakti sosial seperti membersihkan tempat ibadah dan perkantoran.
"Restorative Justice dianggap sebagai solusi untuk menyelesaikan konflik antara kedua belah pihak melalui mediasi," tambahnya.