Raksasa properti China, Evergrande, yang merupakan perusahaan properti terbesar mengajukan perlindungan kepada pengadilan kebangkrutan di Amerika Serikat. Evergrande menjadi salah satu contoh buruk krisis properti yang ada di China.
Perusahaan yang pernah disinggung oleh Presiden Joko Widodo di depan pengembang Indonesia ini, mencari perlindungan di bawah Bab 15 dari kode kebangkrutan AS, yang melindungi perusahaan non-AS yang menjalani restrukturisasi dari kreditur yang ingin menuntut mereka atau mengikat aset di Amerika Serikat.
Afiliasi dari Evergrande, Tianji Holdings juga melakukan langkah yang sama pada Kamis lalu di pengadilan kebangkrutan Manhattan.
Afiliasi dari Evergrande, Tianji Holdings juga melakukan langkah yang sama pada Kamis lalu di pengadilan kebangkrutan Manhattan.
Dikutip dari Reuters, Jumat (18/8/2023), pengajuan perlindungan dari Evergrande datang di tengah kekhawatiran yang berkembang bahwa masalah di sektor properti China dapat menyebar ke sektor ekonomi kali karena pertumbuhan melambat.
Sejak krisis utang sektor ini terungkap pada pertengahan 2021, perusahaan yang menyumbang 40% penjualan properti di China ini telah mengalami gagal bayar utang.
Country Garden, yang juga pengembang swasta terbesar di China, mengalami hal yang sama. Perusahaan juga mengkhawatirkan investor setelah perusahaan melewatkan beberapa pembayaran bunga bulan ini.
Evergrande baru-baru ini memiliki kewajiban membayar utang sebesar US$ 330 miliar atau mencapai Rp 4.950 triliun. Sebelumnya dilaporkan utang Evergrande mencapai US$ 300 miliar. Gagal bayar alias default akhir tahun 2021 memicu serangkaian default di pembangun lain, mengakibatkan ribuan rumah mangkrak di seluruh China.
Dalam pengajuan di pengadilan kebangkrutan Manhattan, Evergrande mengatakan sedang mencari pengakuan atas pembicaraan restrukturisasi yang sedang berlangsung di Hong Kong, Kepulauan Cayman, dan Kepulauan Virgin Britania Raya.
Evergrande mengatakan kreditur mungkin bisa memberikan tanggapannya pada bulan ini terkait restrukturisasi, dengan kemungkinan persetujuan dari pengadilan Hong Kong dan British Virgin Islands pada minggu pertama bulan September.
Perusahaan mengusulkan penjadwalan sidang pengakuan Bab 15 untuk 20 September.
Bulan lalu, Evergrande membukukan kerugian gabungan sebesar US$ 81 miliar untuk tahun 2021 dan 2022, memicu kekhawatiran investor tentang kelangsungan rencana restrukturisasi utang yang diusulkannya pada bulan Maret.
Pada hari Senin, unit kendaraan listriknya China Evergrande New Energy Vehicle Group (0708.HK) mengumumkan restrukturisasi yang diusulkannya sendiri.
Kerugian gabungan Evergrande NEV tahun 2021 dan 2022 hampir $10 miliar.Perdagangan saham China Evergrande dihentikan pada Maret 2022.
Soal Evergrande, pada beberapa waktu lalu Presiden Jokowi pernah mengingatkan pengembang perumahan di Indonesia agar berhati-hati saat berbisnis. Dia tak ingin apa yang terjadi pada Evegrande ini dialami oleh dialami oleh pengembang lain, khususnya di Indonesia. Pada kurs 2021, utang Evergrande diperkirakan mencapai Rp 4.400 triliun (US$ 300 miliar).
"Kalau kita tahu, tidak semua sektor properti negara lain bisa bertahan karena COVID maupun ekonominya. Kita tahu di RRT ada perusahaan properti besar yang ambruk yang utangnya ngalahin APBN kita, sampai Rp 4.400 triliun. Utangnya 4.400 triliun rupiah. Sekali lagi lagi hati-hati mengenai ini, semuanya harus dikendalikan. Berapa backlog kita, jangan cuma bangun," tutur Jokowi dalam acara Munas Real Estate Indonesia di Hotel Sheraton, Gandaria, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2023).
Sejak krisis utang sektor ini terungkap pada pertengahan 2021, perusahaan yang menyumbang 40% penjualan properti di China ini telah mengalami gagal bayar utang.
Country Garden, yang juga pengembang swasta terbesar di China, mengalami hal yang sama. Perusahaan juga mengkhawatirkan investor setelah perusahaan melewatkan beberapa pembayaran bunga bulan ini.
Evergrande baru-baru ini memiliki kewajiban membayar utang sebesar US$ 330 miliar atau mencapai Rp 4.950 triliun. Sebelumnya dilaporkan utang Evergrande mencapai US$ 300 miliar. Gagal bayar alias default akhir tahun 2021 memicu serangkaian default di pembangun lain, mengakibatkan ribuan rumah mangkrak di seluruh China.
Dalam pengajuan di pengadilan kebangkrutan Manhattan, Evergrande mengatakan sedang mencari pengakuan atas pembicaraan restrukturisasi yang sedang berlangsung di Hong Kong, Kepulauan Cayman, dan Kepulauan Virgin Britania Raya.
Evergrande mengatakan kreditur mungkin bisa memberikan tanggapannya pada bulan ini terkait restrukturisasi, dengan kemungkinan persetujuan dari pengadilan Hong Kong dan British Virgin Islands pada minggu pertama bulan September.
Perusahaan mengusulkan penjadwalan sidang pengakuan Bab 15 untuk 20 September.
Bulan lalu, Evergrande membukukan kerugian gabungan sebesar US$ 81 miliar untuk tahun 2021 dan 2022, memicu kekhawatiran investor tentang kelangsungan rencana restrukturisasi utang yang diusulkannya pada bulan Maret.
Pada hari Senin, unit kendaraan listriknya China Evergrande New Energy Vehicle Group (0708.HK) mengumumkan restrukturisasi yang diusulkannya sendiri.
Kerugian gabungan Evergrande NEV tahun 2021 dan 2022 hampir $10 miliar.Perdagangan saham China Evergrande dihentikan pada Maret 2022.
Soal Evergrande, pada beberapa waktu lalu Presiden Jokowi pernah mengingatkan pengembang perumahan di Indonesia agar berhati-hati saat berbisnis. Dia tak ingin apa yang terjadi pada Evegrande ini dialami oleh dialami oleh pengembang lain, khususnya di Indonesia. Pada kurs 2021, utang Evergrande diperkirakan mencapai Rp 4.400 triliun (US$ 300 miliar).
"Kalau kita tahu, tidak semua sektor properti negara lain bisa bertahan karena COVID maupun ekonominya. Kita tahu di RRT ada perusahaan properti besar yang ambruk yang utangnya ngalahin APBN kita, sampai Rp 4.400 triliun. Utangnya 4.400 triliun rupiah. Sekali lagi lagi hati-hati mengenai ini, semuanya harus dikendalikan. Berapa backlog kita, jangan cuma bangun," tutur Jokowi dalam acara Munas Real Estate Indonesia di Hotel Sheraton, Gandaria, Jakarta Selatan, Selasa (9/8/2023).
Sumber: DETIK